Code Banner "Materi Tauhid"
Code Banner "Say No! To Terrorism!"

04 April 2014

Muhadhoroh Ilmiyah Islamiyah bersama Al-Ustadz Muhammad As-Sewed, tanggal 20 Jumadil-Akhir 1435 H / 20 April 2014 M


سم الله الرحمن الرحيم

 
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه
أجمعين، أما بعد
Dengan mengharap ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala
Hadirilah Muhadhoroh Ilmiyah Islamiyah .

Dengan tema: # WASPADAI Golongan Mu'tazilah Bani (Asy'ariyah) dan Khawarij Gaya Baru (KGB) #
 * Dari Pembahasan Kitab Ushulus-Sunnah Karya Imam Al-Humaidy -rahimahullah. syarah oleh Syaikh Abdullah Al-Bukhari -hafidzahullah-

Pembicara -insyaAllah- : Al Ustadz Muhammad bin 'Umar As-Sewed -hafidzahullah- (Murid Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahullah-)

Waktu: Ahad, Pukul 09.00 WIB s.d. selesai Tanggal: 20 JumadilAkhir 1435 H / 20 April 2014 M

Tempat: Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq
Alamat: Kompleks Ponpes Dhiya As-Sunnah Jl. Elang Raya Dukuh Semar, Kecapi, Harjamukti, Cirebon

Info : 081312222345

 InsyaAllah LIVE di
1. Streaming Radio di http://salafycirebon.com
2. Radio 107.7 Mhz Adh-Dhiya FM
3. Streaming radio Miratsul Anbiya Indonesia di www.miratsul-anbiya.com
4. Streaming radio Rasid di www.radiorasyid.com

Penyelenggara: Panitia Dauroh Ma’had Dhiyaus-Sunnah, Cirebon bekerjasama Radio 107.7 Mhz Adh-Dhiya FM.

 ~ TERBUKA UNTUK UMUM ~

 Silahkan khobarkan kepada yang lainnya.

Jazakumullahu Khairan

 Nb: Bagi yang butuh file asli untuk di printer dan di sebarkan klik di https://www.dropbox.com/
Baca seterusnya tentang "Muhadhoroh Ilmiyah Islamiyah bersama Al-Ustadz Muhammad As-Sewed, tanggal 20 Jumadil-Akhir 1435 H / 20 April 2014 M "klik disini»»

11 Maret 2014

Dauroh Sehari bersama Al-Ustadz Usmah Bin Faishal Mahri,Lc, tanggal 21 Jumadil-Ula 1435 H / 23 Maret 2014 M


سم الله الرحمن الرحيم

 
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه
أجمعين، أما بعد


Dengan mengharap ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala
Hadirilah Kajian Ilmiyah Islamiyah 1 Hari. Dengan tema:

 جِنَايَةُ التَّخْذِيْلِ وَ التَّمْيِِيْعِ عَلَى المِنْهَجِ الحَقِّ 

# Kejahatan Penggembosan dan Sikap Lembek Terhadap Manhaj al-Haq #

Pembicara -insyaAllah- : Al Ustadz Usamah Faishal Mahri, Lc -hafidzahullah-

Tempat: Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq

Waktu: Ahad, Pukul 09.00 WIB s.d. selesai

Tanggal: 21 Jumadil-Ula 1435 H / 23 Maret 2014 M

Alamat: Kompleks Ponpes Dhiya As-Sunnah Jl. Elang Raya Dukuh Semar, Kecapi, Harjamukti, Cirebon Info : 081312222345

 InsyaAllah LIVE di
1. Streaming Radio di http://salafycirebon.com
2. Radio 107.7 Mhz Adh-Dhiya FM
3. Streaming radio Miratsul Anbiya Indonesia di www.miratsul-anbiya.com
4. Streaming radio Rasid di www.radiorasyid.com

Penyelenggara: Panitia Dauroh Ma’had Dhiyaus-Sunnah, Cirebon bekerjasama Radio 107.7 Mhz Adh-Dhiya FM.

~ TERBUKA UNTUK UMUM  ~

Silahkan khobarkan kepada yang lainnya.

Jazkumullahu Khairan

Nb: Bagi yang butuh file asli untuk di printer dan di sebarkan klik di https://www.dropbox.com
Baca seterusnya tentang "Dauroh Sehari bersama Al-Ustadz Usmah Bin Faishal Mahri,Lc, tanggal 21 Jumadil-Ula 1435 H / 23 Maret 2014 M "klik disini»»

05 Maret 2014

Ittibausalafpress.blogspot.com versi android

App Creator - How to create an app.
Alhamdulillah kini blog ittibausalafpress sudah ada versi androidnya, bagi antum yang memiliki HP/Tab Android insyaAllah bisa menjalankannya. Silahkan download terlebih dahulu file apknya di -->
http://www.appsgeyser.com/getwidget/ittibausalafpress atau di  http://www.appsgeyser.com/837703 atau langsung klik

App Creator - How to create an app.

Selamat mencoba semoga bermanfaat..Barakallahu Fiikum.
Baca seterusnya tentang "Ittibausalafpress.blogspot.com versi android"klik disini»»

02 Maret 2014

Klarifikasi atas pencatutan logo kami oleh akun fb ittiba'us Salaf

Sehubungan dengan informasi yang disampaikan dari situs http://tukpencarialhaq.com/2014/02/28/susunan-lengkap-kabinet-nhmi-negara-halabiyun-maribiyun-indonesia-di-dalam-nkri-negara-kesatuan-republik-indonesia/
tentang adanya akun facebook yang mengatasnamakan dengan nama ittiba'us Salaf kemudian pada akun tersebut menampilkan logo ISP seperti di bawah ini


Maka ana selaku pengelola blog ittibausalafpress.blogspot dan yang membuat dan memiliki logo ISP seperti yang ana tampilakan diatas. perlu kiranya menyampaikan klarifikasi tentang hal tersebut. Maka inilah pernyataan kami :

بسم الله الرحمن الرحيم 
Berkaitan akun fb ittiba’us Salaf yang dengan tidak bertanggung jawab mencatut dan menyebarkan logonya dengan memakai logo ISP dari website ana di ittibausalafpress.blogspot.com, maka ana Abu Harits Faishal perlu memberikan klarifikasi sebagai berikut:

 1. Demi Allah akun fb ittiba’us Salaf bukan akun ana, adapun logo isp yang ditampilkan oleh akun tersebut benar logo yang ana buat dengan tangan sendiri untuk Penerbitan buku terjemahan yang bernama ittibausalafpress yang di singkat ISP dan ana tampilkan logo tersebut di alamat situs ittibausalafpress.blogspot.com, tetapi dengan tanpa izin dan tidak memiliki amanah akun fb tersebut mencatutnya dan menampilkan logo ISP di akun fbnya tersebut.

2. Ana berlepas diri dengan akun fb ittiba’us Salaf dari segala isi dan penyampaian materi-materi yang ada pada akun fb tersebut.

3. Ana menyerahkan permasalahan ini kepada pengadilan Allah jika akun fb tersebut terus mencatut logo ana dan tidak mau merubahnya, karena hanya pengadilan Allahlah yang Maha Adil dan Maha Mengetahui mana dari hamba-hamba-Nya yang berdusta dan tidak amanah dan mana yang jujur.

Demikian pernyataan sikap dari ana berkaitan dengan keberadaan akun fb ittiba’us Salaf dan logo ISP yang di catutnya. Semoga Allah menunjukkan hidayah dan kebenaran-Nya, dan mengkokohkan keimanan kita agar terus beristiqomah dalam menjalankan agama yang lurus ini…Amiin.

Cirebon, 29 Rabi’uts-Tsani 1435 H / 1 Maret 2014 M 
ttd 
Abu Harits Faishal
Baca seterusnya tentang "Klarifikasi atas pencatutan logo kami oleh akun fb ittiba'us Salaf"klik disini»»

22 Maret 2013

Dauroh Sehari bersama Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed 07-04-2013

سم الله الرحمن الرحيم

 
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه
أجمعين، أما بعد
Alhamdulillah, segala pujian yang sempurna hanyalah milik Allah semata. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam, keluarganya dan sahabat beliau seluruhnya....

Dengan Mengharap Ridho Allah Ta'ala, IKUTILAH!!! Dauroh Sehari bersama...
Al Ustadz Muhammad Umar As-Sewed -Hafidzahullah-
(Mudir Ma’had Dhiya’us Sunnah kota Cirebon, Murid Al Alamah Al Muhaddits Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin -rahimahullah-)

Membahas Kitab : “USHULUS-SUNNAH (Pokok-pokok Ajaran Ahlus-Sunnah Wal Jama'ah)
                          Karya
                     Al-Hafidz Abu Bakar Abdullah Al-Humaidy -rahimahullah-

Hari/ Tanggal : Ahad, 07 April 2013 M

Waktu : Pukul 08.300 WIB s/d 17.00 WIB

Tempat : Masjid Abu Bakar As--Shiddiq
(Kompeks PonPes Dhiyaus-Sunnah, Jl. Elang-Dukuhsemar, Rt06/03, Harjamukti, Cirebon)

Penyelenggara: Divisi Dakwah Ma’had Dhiyaus-Sunnah, Cirebon bekerjasama Radio 107.7 Mhz Adh-Dhiya FM.

~ TERBUKA UNTUK UMUM  ~

Silahkan khobarkan kepada yang lainnya.

Jazkumullahu Khairan
Baca seterusnya tentang "Dauroh Sehari bersama Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed 07-04-2013"klik disini»»

08 Maret 2012

Bahaya JIL-Penyembah Akal

Penyembah Akal Adalah Pengikut Iblis

Penulis : Al Ustadz Qomar ZA, Lc.

بسم الله الرحمن الرحيم
Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan ini akan senantiasa dijaga oleh Allah sampai hari kiamat. Namun, sudah menjadi sunatullah bahwa akan selalu muncul orang-orang ataupun kelompok yang berusaha merusak atau pun memunculkan kekaburan pada agama yang sudah jelas ini. Diantaranya adalah perusakan yang dilakukan oleh orang-orang yang lebih mengedepankan akal dibanding nash Al Qur’an dan As Sunnah. Gerakan ini muncul di banyak tempat dan sudah berlangsung sejak dulu. Termasuk di Indonesia, gerakan ini sekarang dikenal dengan Jaringan Islam Liberal (JIL).
Menurut pemahaman Ahlus Sunnah, satu hal yang sudah mapan (sudah pasti dan tetap) dalam aqidah bahwa dalam memahami agama ini harus selalu mendahulukan Al Qur’an dan As Sunnah berdasar pemahaman Salafus Shalih dibanding akal. Manakala ada sesuatu yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As-Sunnah maka harus kita singkirkan. Hal ini berdasarkan apa yang Allah jelaskan dalam kitab-Nya dan Rasulullah sebutkan dalam Sunnahnya, diantaranya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujurat: 1)
اتَّبِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (darinya).” (Al-A’raf: 3)
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nyalah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali.” (Asy-Syura: 10)
Nabi Shalllahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Saya tinggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat setelah berpegang dengan keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnahku.” (Riwayat Al-Hakim dari Abu Hurairah, 1/172, lihat Shahih Al-Jami’ no. 2937 dan Ash-Shahihah no. 1761)
Ketika masa semakin jauh dari zaman kenabian dan semakin banyak muncul fitnah, datang sebuah pemikiran atau paham bahwa akal harus didahulukan daripada wahyu (dalil naqli) ketika keduanya bertentangan -menurut pemahaman penganutnya-. Paham taqdimul aql ‘alan naql (mendahulukan akal dari pada naqli) yang berarti pula taqdisul ‘aql (mengkultuskan akal) ini, jika kita teliti silsilah nasabnya (asal-usulnya), maka ia akan berujung pada Iblis la’natullah ‘alaihi. Dialah yang pertama kali menggunakan akalnya untuk menolak perintah Allah Ta’ala tatkala Allah Ta’ala memerintahkan dia bersama malaikat sujud kepada Nabi Adam. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُن مِّنَ السَّاجِدِينَ
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka merekapun bersujud kecuali Iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (Al-A’raf: 11-12)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Perbuatan menentang wahyu dengan akal adalah warisan Syaikh Abu Murrah (iblis). Dialah yang pertama kali menentang wahyu dengan akal dan mendahulukan akal dari pada wahyu.” (Ash-Shawa’iqul Mursalah, 3/998, lihat pula Syarh Aqidah Thahawiyah hal. 207)
Manhaj (metodologi) ini kemudian diwarisi oleh para pengikut iblis dari kalangan musuh para Rasul. Diantaranya adalah kaum Nabi Nuh yang melakukan penentangan terhadap dakwah beliau. Mereka berkata sebagaimana dikisahkan oleh Allah Ta’ala :
فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِّثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَىٰ لَكُمْ عَلَيْنَا مِن فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ
“Dan berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: ‘Kami tidak melihat kamu melainkan sebagai manusia biasa seperti kami. Dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang yang hina dina diantara kami yang mudah percaya begitu saja. Kami tidak melihat kamu memiliki kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.’” (Hud: 27)
Yakni, orang-orang yang menentang Nabi Nuh berkata bahwa mereka (para pengikut Nabi Nuh) mengikuti beliau tanpa dipikir benar-benar (Tafsir As-Sa’di, hal. 380). Orang-orang kafir itu beralasan, mereka tidak mengikuti Nabi Nuh ‘alaihissalam karena menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang rasionya maju dan berpikir panjang, sedang pengikut para rasul berakal pendek (lekas percaya).
Hal yang sama terjadi pula pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Allah mengatakan tentang orang-orang munafiq dalam firman-Nya:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ ۗ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَٰكِن لَّا يَعْلَمُونَ
“Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.’ Mereka menjawab: ‘Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?’ Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang bodoh tetapi mereka tidak tahu.” (Al-Baqarah: 13)
Tokoh paham ini yang muncul di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam adalah Dzul Khuwaishirah. Dialah yang mengatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam : “Bertaqwalah kepada Allah wahai Muhammad dan berbuat adillah (dalam hal pembagian).” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 1219, 1581 dan yang lain. Lafadz tersebut terdapat dalam Al-Mustakhraj ‘ala Muslim, 3/129)
Orang ini tahu akan keharusan berbuat adil tapi ia tidak tahu cara adil menurut syariat. Ia menyangkal cara pembagian Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam -untuk orang-orang yang beliau maksudkan agar lunak hati mereka- dengan pandangan akalnya, ia menganggap bahwa pembagian Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam itu tidak adil walaupun Nabi membaginya dengan petunjuk dari Allah Ta’ala. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam pun berkata: “Yang di langit telah mempercayakan aku, sedangkan kalian tidak percaya kepadaku?” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 1219, 1581 dan yang lain. Lafadz tersebut terdapat dalam Al-Mustakhraj ‘ala Muslim, 3/129)
Sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam masih ada orang yang mewarisi pemikiran itu bahkan dikembangkan menjadi lebih sistematis. Mereka tulis dalam karya-karya mereka lalu dijadikan sebagai rujukan dalam banyak permasalahan. Maka jadilah akal sebagai hakim dalam berbagai masalah. Apa yang diputuskan akal, itulah yang benar. Dan apa yang ditolaknya maka itu tentu salah. Salah satu “ahli waris” dari paham ini adalah kelompok Mu’tazilah. Menurut Mu’tazilah, manusia dengan semata akalnya sendiri dapat mengetahui batas-batas kebaikan dan kejahatan.
Al-Qadhi Abdul Jabbar (wafat tahun 415 H), salah satu tokoh terkemuka paham ini mengatakan ketika menerangkan urutan dalil: “Yang pertama adalah dalil akal karena dengan akal bisa terbedakan antara yang baik dan yang buruk …karena Allah tidak berbicara kecuali dengan orang-orang yang berakal…” (Fadhlul I’tizal hal. 139, dinukil dari Mauqif Al-Madrasah Al-’Aqliyyah min As-Sunnah An-Nabawiyyah, 1/97)
Perkataan orang-orang Mu’tazilah ini jelas bertentangan dengan ayat-ayat dan hadits yang telah disebut di muka. Karena itu, alasan seperti ini tidak bisa diterima (karena salah), apapun alasannya. Lebih-lebih karena dalilnya juga cuma dari akal, dimana akal ini satu sama lain bisa berbeda pandangan (dalam memahami sesuatu). Lantas pandangan siapa yang mau dijadikan standar?
Bahkan apa yang dia katakan itu “…karena dengannya bisa terbedakan antara yang baik dan yang buruk…” adalah pernyataan yang salah menurut dalil naqli dan akal yang sehat. Tidak secara mutlak demikian. Allah Ta’ala berfirman:
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.” (Adh-Dhuha: 7)
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِن جَعَلْنَاهُ نُورًا نَّهْدِي بِهِ مَن نَّشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asy-Syura: 52)
Jadi Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam sendiri sebelum diberi wahyu tidak mengetahui perincian syariat, tidak tahu mana yang baik dan yang buruk secara detail apalagi selain beliau.
Bagi yang berakal sehat, dia akan tahu, misalnya, bahwa shalat adalah sesuatu yang baik setelah diberi tahu syariat. Tahu mencium Hajar Aswad itu baik, tahu melempar jumrah itu baik, tahu jeleknya daging babi sebelum ditemukan adanya cacing pita di dalammnya, dan banyak pengetahuan lainnya semua adalah dari syariat. Dengan demikian syariatlah yang menerangkan baik atau jeleknya sesuatu.
Memang terkadang akal dapat menilai baik buruknya sesuatu namun hanya pada perkara yang sangat terbatas, seperti baiknya kejujuran dan jeleknya kebohongan. Dalam permasalahan lain, terutama dalam perkara aqidah dan ibadah, akal banyak tidak tahu bahkan butuh bimbingan wahyu untuk mengetahuinya.
Perkataan Al-Qadhi Abdul Jabbar berikutnya: “Karena Allah tidak berbicara kecuali dengan orang-orang yang berakal,” kalimat ini tidak bisa dijadikan dasar untuk melandasi pendapatnya. Karena Allah berbicara dengan orang yang berakal bukan untuk membolehkan akal mendahului wahyu. Namun agar mereka memahami ayat Allah, tunduk padanya dan tidak menentangnya. Ini hanya satu contoh ucapan tokoh Mu’tazilah.
Masih banyak ucapan sejenis yang menyelisihi nash Al-Qur’an dan As Sunnah.
Kita langsung melompat pada zaman akhir-akhir ini dimana muncul pula para pemikir semacam Muhammad Abduh. Orang ini berkata: “Telah sepakat pemeluk agama Islam –kecuali sedikit yang tidak terpandang– bahwa jika bertentangan antara akal dan dalil naqli maka yang diambil adalah apa yang ditunjukkan oleh akal.” (Al-Islam wan Nashraniyyah hal. 59 dinukil dari Al-‘Aqlaniyyun hal. 61-62)
Ia kesankan pendapatnya adalah pendapat jumhur (mayoritas) umat, sedangkan pendapat lain (yang justru mencocoki kebenaran) merupakan pendapat minoritas yang tidak perlu ditoleh. Yang benar adalah sebaliknya. Justru pendapat seluruh Ahlus Sunnah dari dulu sampai saat ini dan yang akan datang, bahwa akal itu harus mengikuti dalil Al Qur’an dan As Sunnah. Sedang mereka (orang-orang Mu’tazilah dan pengikutnya) adalah golongan minoritas yang tidak perlu dilihat orangnya dan pendapatnya.
Tokoh berikutnya adalah Muhammad Al-Ghazali yang mengatakan: “Ketahuilah bahwa sesuatu yang telah dihukumi oleh akal sebagai sebuah kebathilan, maka mustahil untuk menjadi (bagian) agama. Agama yang haq adalah kemanusiaan yang benar dan kemanusiaan yang benar adalah akal yang tepat (sesuai) dengan hakikat, yang bercahaya dengan ilmu, yang merasa sempit dengan khurafat dan yang lari dari khayalan…” (Majalah Ad-Dauhah Al-Qathariyyah edisi 101/Rajab1404 H dinukil dari Al-’Aqlaniyyun hal. 64)
Akal siapa yang kau maksud, wahai Muhammad Al-Ghazali? Pada kenyataannya yang kau maksudkan adalah akal-akal seperti yang kau miliki. Kamu jadikan akal itu sebagai alat untuk menghukumi benar tidaknya syariat. Sampai kau ingkari begitu banyak hadits shahih walaupun dalam Shahih Al-Bukhari, terlebih hadits lain seperti hadits tentang seorang muslim tidak boleh di-qishash bunuh dengan sebab membunuh orang kafir, hadits tentang dajjal, hadits tentang terbelahnya bulan sebagai mukjizat Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam , dan banyak lagi yang lain. (Kasyfu Mauqifil Ghazali, hal. 45-46)
Lain halnya dengan akal yang terbimbing dengan wahyu, mengambil ilmu dari wahyu tersebut dan berjalan dengan petunjuknya. Akal yang demikian tidak akan bertentangan dengan agama Allah. Meski demikian, bukan akal yang dijadikan hakim untuk menentukan kebenaran dan menempatkan wahyu di belakangnya.
Demikianlah paham ini senantiasa diwarisi dari generasi ke generasi walaupun terpaut waktu sekian lama. Warisan iblis ini sampai sekarang masih ada dan sungguh benar perkataan orang arab: “Likulli qaumin warits” (setiap kelompok/sekte itu ada yang mewarisi) dan sejelek-jelek warisan adalah warisan iblis, sehingga muncul berbagai pertanyaan di benak ini, yang mengingatkan kita pada firman Allah:
أَتَوَاصَوْا بِهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ
“Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.” (Adz-Dzariyat: 53)
‘Ala kulli hal (bagaimanapun), ini adalah upaya setan untuk menyelewengkan manusia dari agama Allah Ta’ala menuju kepada kehancuran yang nyata.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya membenturkan antara akal dengan wahyu adalah asal-usul semua kerusakan di alam semesta. Dan itu adalah lawan dari dakwahya para rasul dari semua sisi karena mereka (para rasul) mengajak untuk mengedepankan wahyu daripada pendapat akal dan musuh mereka justru sebaliknya. Para pengikut rasul mendahulukan wahyu daripada ide dan hasil olah pikir akal. Sedang para pengikut iblis atau salah satu wakilnya, mendahukukan akal dari pada wahyu.” (Mukhtashar Ash-Shawa’iq Al-Mursalah, 1/292, lihat pula I’lamul Muwaqqi’in, 1/68-69, Mauqif Al-Madrasah, 1/86)
Lebih parah, metodologi ini menjadi ciri khas para ahli bid’ah dalam berdalil seperti yang dikatakan oleh Al-Imam Asy-Syathibi ketika menerangkan cara berdalil ahli bid’ah. Beliau berkata: “Mereka menolak hadits-hadits yang tidak sesuai dengan tujuan dan madzhab mereka dengan alasan bahwa hal itu tidak sesuai dengan akal dan tidak sesuai dengan konsekuensi dalil.” (Al-I’tisham, 1/294). Beliaupun mengatakan: “Mayoritas ahli bidah berpendapat bahwa akal dengan sendirinya mampu menilai baik dan buruk (yakni tanpa wahyu). Pernyataan ini merupakan sandaran pertama dan kaidah mereka dimana mereka membangun syariat di atasnya sehingga itu lebih utama dalam ajarannya. Mereka tidak curiga pada akal tapi terkadang curiga pada dalil ketika terlihat tidak sesuai dengan mereka sehingga mereka menolak banyak dalil yang syar’i.” (Mukhtashar Al-I’tisham, hal. 46).Wallahu a’lam.
(sumber http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=170)
Baca seterusnya tentang "Bahaya JIL-Penyembah Akal"klik disini»»

04 Maret 2012

Inilah solusi agar tidak terjadi pelecehan Sexual kepada kaum wanita

Untuk Wanita Yang Keluar Rumah Tanpa Berhijab

Sebuah Nasehat dari Samahatusy Syaikh Al-’Allamah Ibnu Baz

بسم الله الرحمن الرحيم

Merebaknya kejahatan seksual kian memprihatinkan. Namun sedikit yang menyadari bahwa semua itu bersumber dari tersebarnya kerusakan sebagai akibat dari diumbarnya aurat wanita di tempat-tempat umum. Bocah yang masih ingusan atau kakek yang telah renta bisa menjadi pelaku kejahatan karena mereka secara terus menerus ‘dipaksa’ mengkonsumsi pemandangan yang bukan haknya. Ironisnya, sebagian korban adalah bocah perempuan yang belum mengerti apa-apa. Artikel berikut barangkali bisa menjadi renungan untuk kita semua.
Agama Islam datang dengan memberikan kemuliaan kepada wanita, memeliharanya dan menjaganya dari terkaman serigala dari kalangan manusia. Sebagaimana Islam menjaga hak-hak wanita, mengangkat harkat dan martabatnya. Islam menjadikan wanita berserikat dengan lelaki dalam hak memperoleh warisan. Islam mengharamkan perbuatan mengubur anak perempuan hidup-hidup. Islam mewajibkan adanya izin dari pihak wanita bila ia hendak dinikahkan oleh walinya. Wanita pun diberikan kebebasan dalam mengatur dan mengurusi hartanya bila memang memiliki kecakapan.
Islam mewajibkan kepada seorang suami untuk menunaikan kewajiban yang banyak berkaitan dengan istrinya, sebagaimana Islam mewajibkan kepada seorang ayah dan karib kerabat si wanita untuk memberikan nafkah kepadanya ketika ia membutuhkan. Islam mewajibkan wanita untuk menghijabi dirinya dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya agar ia tidak menjadi barang dagangan murahan yang bisa dinikmati oleh setiap orang. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al-Ahzab:
“Apabila kalian meminta sesuatu kepada para istri Nabi maka mintalah dari balik tabir. Yang demikian itu lebih suci bagi hati-hati kalian dan hati-hati mereka.” (Al-Ahzab: 53)
Dalam surat yang sama, Allah Subhanahu wa Ta'ala pun berfirman:
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) hingga mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Dalam surat An-Nur, Dia Yang Maha Tinggi berfirman:
“Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka serta jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya (tidak mungkin ditutupi). Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua)…” (An-Nur: 30-31)
Ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala:  (kecuali apa yang biasa tampak darinya) ditafsirkan oleh shahabat yang mulia Abdullah bin Mas‘ud radhialahu 'anhu bahwa yang dimaksudkan adalah pakaian luar1, karena pakaian luar tidak mungkin ditutupi kecuali (yang bersangkutan harus) mengalami kesulitan besar. Sementara Ibnu ‘Abbas radhialahu 'anhuma dalam pendapatnya yang masyhur menafsirkannya dengan wajah dan dua telapak tangan. Namun yang lebih kuat dalam hal ini tafsiran Ibnu Mas‘ud radhialahu 'anhu, karena ayat hijab yang disebutkan sebelumnya menunjukkan wajibnya menutup wajah dan kedua telapak tangan. Dan juga karena wajah termasuk perhiasan wanita yang paling utama, maka penting sekali menutupnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Wajah dan dua telapak tangan (wanita) biasa terbuka di awal Islam. Kemudian turun ayat hijab yang mewajibkan wanita untuk menutup wajah dan dua telapak tangannya. Karena membuka wajah dan dua telapak tangan di hadapan selain mahram termasuk sebab fitnah terbesar. Di samping juga sebagai pendorong terbesar bagi seorang wanita untuk membuka bagian tubuhnya yang lain. Bila wajah dan dua telapak tangan itu dihiasi dengan celak dan pacar (inai) atau berbagai hiasan lainnya yang mempercantik penampilan, maka membuka wajah dan dua telapak tangan dalam keadaan seperti ini (di hadapan laki-laki yang bukan mahram, pent.) diharamkan dengan kesepakatan ulama. Sementara keumuman wanita di zaman ini, mereka menghiasi dan mempercantik wajah dan dua telapak tangannya. Maka pada keadaan yang demikian, bersepakatlah dua pendapat yang semula berbeda2 untuk menyatakan keharaman membuka wajah dan dua telapak tangan. Adapun yang dilakukan oleh kaum wanita pada hari ini dengan membuka tutup kepala, leher, dada, lengan atas, betis, dan sebagian pahanya (ketika keluar rumah atau di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, pent.), maka hal ini merupakan perbuatan mungkar dengan kesepakatan kaum muslimin, tanpa diragukan sedikitpun oleh orang yang memiliki pengetahuan/ ilmu agama yang paling rendah sekalipun. Fitnah yang ditimbulkan karena perbuatan mungkar ini begitu besar dan dampaknya demikian mengerikan. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberi taufik kepada pimpinan kaum muslimin agar melarang perbuatan ini, memutuskannya dan mengem-balikan wanita kepada hijab yang Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan kepadanya dan menjauhkan wanita dari sebab-sebab fitnah.
Di antara dalil yang datang dalam permasalahan ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan jangan bertabarruj (berhias) sebagaimana tabarruj orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33)
“Dan wanita-wanita tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah lagi, tidak ada dosa bagi mereka untuk menanggalkan pakaian luar mereka tanpa bermaksud tabarruj dengan menampakkan perhiasan. Bila mereka menjaga kehormatan diri mereka (dengan meninggalkan perkara yang membuat fitnah) maka itu lebih baik bagi mereka. Dan Allah maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (An-Nur: 60)
Dalam ayat yang awal, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada wanita untuk tetap tinggal dalam rumahnya, karena keluarnya mereka dari rumah umumnya menimbulkan fitnah. Sementara itu dalil-dalil syar‘i juga menunjukkan bolehnya wanita keluar dari rumahnya bila ada keperluan dengan mengenakan hijab dan menjauhi sebab fitnah. Akan tetapi tinggalnya mereka di rumah mereka merupakan hukum/ ketentuan yang asal dan itu lebih baik bagi mereka dan lebih menjauhkan mereka dari fitnah. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang mereka bertabarruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyyah, yaitu dengan menampakkan kebagusan dan keelokan yang membuat lelaki terfitnah.
Dalam ayat yang kedua, Allah Subhanahu wa Ta'ala membolehkan wanita-wanita yang sudah tua yang tidak memiliki keinginan menikah untuk melepaskan pakaiannya, dalam arti tidak mengenakan hijab. Namun dengan syarat tidak tabarruj dengan memamerkan perhiasannya. Dengan demikian bila mereka mengenakan perhiasan, mereka harus berhijab dan tidak diperkenankan menanggalkannya. Bila wanita yang sudah tua diberikan ketentuan demikian sementara kita tahu mereka tidak lagi membuat fitnah bagi lelaki dan umumnya tidak pula membangkitkan syahwat lelaki, lalu bagaimana kiranya dengan wanita-wanita muda, remaja-remaja belia yang dapat membuat lelaki terfitnah?
Kemudian dalam ayat yang sama, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan bila wanita yang sudah tua itu menjaga kemuliaan dirinya dengan tetap berhijab maka itu lebih baik bagi mereka, sekalipun mereka tidak bertabarruj dengan memamerkan perhiasan. Semua ini demikian jelas dan gamblangnya untuk menekankan wanita agar berhijab ketika keluar rumah, tidak membuka wajahnya di hadapan lelaki yang bukan mahramnya dan menjauhi sebab-sebab fitnah. Wallahu al-musta’an.
(Dialihbahasakan oleh Ummu Ishaq Al-Atsariyyah dari kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah, 4/308-309)

1 Sehingga yang boleh ditampakkan oleh wanita ketika keluar rumah hanyalah pakaian luar yang menutupi seluruh tubuhnya (pent.).
2 Antara pendapat yang mengatakan wajah dan dua telapak tangan harus ditutup dengan pendapat yang menyatakan tidak harus ditutup (pent.).
Baca seterusnya tentang "Inilah solusi agar tidak terjadi pelecehan Sexual kepada kaum wanita"klik disini»»