Code Banner "Materi Tauhid"
Code Banner "Say No! To Terrorism!"

18 April 2009

Khitan laki-laki dan perempuan

Permasalahan khitan sudah tidak asing lagi bagi kita, khitan kadang diungkapkan dengan kata lain seperti sunatan, tekatan dan yang lainnya.
Permasalahan ini perlu kami angkat karena -terutama- pada khitan perempuan di Indonesia ternyata dipermasalahkan dan -katanya- sudah menjadi bagian pembicaraan dunia sehingga pemerintah -katanya- tak bisa mengelak. Alasannya sebagai bagian dari masyarakat dunia di era globalisasi ini, Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari ketentuan WHO tentang masalah khitan bagi perempuan yang tidak memperbolehkannya. Walaupun sampai saat ini masyarakat tak sepenuhnya taat kepada aturan WHO. Pemerintah Indonesia sendiri mengambil kebijakan Badan Kesehatan Dunia itu untuk tidak membolehkan adanya khitan bagi perempuan karena dinilai bertentangan dengan HAM. Betulkah demikian? Lalu bagaimana dengan pandangan syariat sebenarnya tentang khitan perempuan ini?
Rasululah shallallahu'alaihi wa sallam telah menetapkan syariat khitan, Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Hurairah -radhiallahu 'anhu-:

"Aku mendengar Rasululah bersabda : 'fitrah itu ada lima hal: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak" (Shahih, HR. Al Bukhari no. 6297 dan Muslim no. 257)
Demikianlah perintah khitan telah didapati sebelum Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam. Bahkan perintah itu turun kepada kekasih Allah, Nabi Ibrahim alaiahi sallam. Sebagaimana kabar yang disampaikan oleh Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam Nabi Ibrahim berkhitan setelah berusia delapan puluh tahun". (Shahih, HR Al Bukhari no. 6298 dan Muslim no. 2370)
Jika demikian maka Ibrahimlah yang pertama kali melakukan khitan, yakni pada saat usianya 80 tahun dan menjadi bagian dari agama Ibrahim. Setelah itupun sunnah diberlakukan atas Rasul-rasul dan para pengikut mereka sesudahnya, sesuai dengan perintah Allah Azza wa Jalla :
Kami wahyukan kepadamu ikutilah agama Ibrahim yang lurus".(An-Nahl : 123)
Oleh karena itu khitan wajib dilaksanakan.
Hal ini didukung juga oleh perintah Rasulullah kepada seseorang yang masuk islam. Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari kakeknya, tatkala kakeknya menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah ,beliaupun bersabda :
"Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah".(HR Abu Daud no. 302, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al Albani di dalam Irwaul Ghalil no.79)
Perintah Rasululah ini menunjukkan wajibnya khitan bagi orang yang masuk islam dan hal itu merupakan tanda keislamannya.
Asy-Syaikh Utsaimin telah menjelaskan tentang permasalahan ini. Beliau menyatakan bahwa telah terjadi perselisihan dalam hukum khitan dan pendapat yang paling dekat dengan kebenaran menyatakan bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi wanita. Perbedaan hukum khitan antara laki-laki dan perempuan iti dikaraenakan khitan pada laki-laki mengandung maslahat yang berkaitan dengan syarat shalat dan termasuk perkara thaharah (bersuci). Apabila kulup (kulit yang menutupi ujung dzakar) tidak dihilangkan, maka air kencing tertahan dan terkumpul di kulup tersebut hingga berakibat peradangan pada bagian tersebut, atau keluar sedikit tanpa sengaja apabila dzakar itu bergerak sehingga menajisi.
Adapun pada wanita tujuan khitan adalah untuk meredakan syahwatnya, bukan untuk menghilangkan kotoran. (Fatawa Al Mar'ah Al muslimah, 1/28). Dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa orang yang punya kecenderungan untuk hidup sehat, kulit kulup yang kotor dan cara-cara untuk menghilangkannya itu adalah sebagai langkah-langkah perbaikan, pembersihan diri dan memperindah penampilan adalah solusi satu-satunya. Inilah nilai-nilai ajaran yang dapat mengubah rona wajah menjadi begitu besinar, sebaliknya bila ditinggalkan akan mengakibatkan kemuraman yang dapat terbaca dari rona wajah. Dari Maimunah, istri Raslullah bahwa ia telah berkata kepada seorang wanita yang baru dikhitan .'Jika engkau dikhitan, potonghlah sedikit saja dan jangan keterlaluan. Karena yang demikian itu akan membuat rona wajah lebih bersinar dan akan mengangkat derajat suaminya lebih tinggi di matanya, dan mengangkat derajat kaum wanita dan lebih disukai pasangannya.
Dalam mengkhitan laki-laki yang dipotong adalah kulit di ujung dzakar, meski hanya sedikit saja. dan pada wanita adalah memotong kulit di bagian paling atas kemaluan di atas lubang vagina dan lubang keluarnya air kencing yang berbentuk seperti jengger ayam atau disebut juga klitoris atau kelentit. Dalam mengkhitan perempuan harus diperhatikan ketika memotong, sedikit saja dan jangan terlalu banyak karena akibatnya akan melemahkan gairah seks wanita yang bersangkutan dan itu akan sangat berpengaruh pada kemampuannya melayani suaminya, lain halnya dengan wanita yang tidak pernah dikhitan, gairah seksnya tidak berbatas. Namun jika qulf itu dipotong, itu berarti langkah ke arah perbaikan sikap diri dan gairah seks telah dilakukan, ini satu manfaat, manfaat lain adalah jelas itu merupakan sebuah tanda untuk menilai sejauh mana tingkat ubudiyahnya. (Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud Bab 9)
waktu pelaksanaan khitan.
Al Imam Al Mawardi menjelaskan, untuk melaksanakan khitan ada dua waktu, waktu yang wajib dan waktu yang mustahab (sunnah).
Waktu yang wajib adalah ketika anak mencapai baligh, sedangkan waktu mustahab sebelum baligh. Boleh pula melakukannya pada hari ketujuh setelah kelahirannya. Juga tidak mengakhirkan pelaksanaan khitan dari waktu mustahab kecuali karena udzur. (Fathul Bari 10/355)
Dijelaskan pula masalah waktu pelaksanaan khitan oleh Ibnul Mundzir rahimahullah beliau mengatakan :"Tidak ada larangan yang ditetapkan oleh syariat yang berkenaan dengan waktu pelasanaan khitan, juga tidak ada batasan waktu yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan khitan tersebut, begitu pula sunnah yang harus diikuti, seluruh waktu dibolehkan. Tidak boleh melarang sesuatu kecuali dengan hujjah dan kami tidak mengetahui adanya hujjah bagi orang yang melarang khitan anak kecil pada hari ketujuh". (Al Majmu' Syarhul Muhadzdzab 1/352)
Yang tak lepas dari permasalahan ini adalah walimah khitan, karena sudah meruapakan hal yang lazim di tengah masyarakat setelah khitan diadakanlah acara maka bersama dengan mengundang para tetangga. Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqolani rahimahullah menyebutkan di akhir bab Walimah pada kitab Nikah dalam syarah beliau terhadap Kitab Shahih Bukhari tentang disyariatkannya mengundang orang-orang untuk menghadiri walimah dalam khitan. Beliau juga menyebutkan bahwa Riwayat dari Utsman bin Abil'Ash radhiallahu'anhu- yang menyatakan
"Kami tidak pernah mendatangi walimah khitan semasa Rasulullah -shallallahu'alaihi wa sallam- dan tiak pernah diadakan undangan padanya".
Riwayat tersebut adalah berkaitan dengan khitan wanita dan memang termasuksunnah adalah menyiarkan khitan laki-laki dan tidak menyiarkan khiitan perempuan. (Fathul Barri 10/355)
Dalam salah satu atsar dari Ummul mu'minin disyariatkan memberikan hiburan kepada anak yang dikhitanagar dia melupakan sakit yang dirasakannya, akan tetapi hiburan tersebut tidak boleh berlebih-lebihan sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang seperti menggelar nyanyian, menabuh alat-alat musik dan selainnya yang tidak ditetapkan oleh syariat. (Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud)

0 comments:

Silahkan baca juga :