Pada postingan sebelum ini kami menyampaikan tentang sedikit sepak terjang perjalanan kaum khawarij yang mulai muncul bibitnya di zaman Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- dari seseorang yang bernama Dzulkhuwaisiroh, kemudian berlanjut pada zaman-zaman setelahnya sampai zaman sekarang.
Pada kesempatan ini kami ingin melanjutkan pembahasan perjalanan kaum khawarij, sepak terjang dan pemikiran mereka pada zaman sekarang. Materi ini kembali kami ambil dari tulisan karya Ustadz Muhammad 'Umar As-Sewed di Bulettin Risalah Manhaj Salaf, edisi 91 dan seterusnya, Wabillahi Taufiq...semoga bermanfaat.
Pada kesempatan ini kami ingin melanjutkan pembahasan perjalanan kaum khawarij, sepak terjang dan pemikiran mereka pada zaman sekarang. Materi ini kembali kami ambil dari tulisan karya Ustadz Muhammad 'Umar As-Sewed di Bulettin Risalah Manhaj Salaf, edisi 91 dan seterusnya, Wabillahi Taufiq...semoga bermanfaat.
Pemikiran Sayyid Quthub
Pemikiran takfir Sayyid Quthb atau dengan istilah para ulama quthbiyyah sangat berperan dalam berbagai tindakan kekerasan dan terorisme. Karena sebagaimana telah kita bahas pada edisi yang telah lalu bahwa terorisme berawal dari penyimpangan dan kesesatan, khususnya penyimpangan dalam bentuk pengkafiran kaum muslimin, seperti yang terjadi pada aliran khawarij terdahulu.
Pada masa kini, kita lihat pemikiran takfir Sayyid Quthb merupakan pemikiran yang paling banyak dikonsumsi oleh kaum muslimin. Oleh karena itu perlu kiranya kami sampaikan tentang bahaya pemikiran Sayyid yang terdapat dalam buku-buku karyanya, khususnya masalah pengkafirannya terhadap kaum muslimin. Di antaranya:
1. Sayyid menganggap bahwa keberadaan Islam telah lenyap.
Dia berkata: "Kita telah mengetahui bahwa kehidupan Islam seperti ini telah berhenti sejak lama di seluruh permukaan bumi. Dan keberadaan Islam pun telah lenyap". (al-'Adalah al-Ijtimi'aiyyah, 183)
Mengapa sayyid menganggap kaum muslimin telah lenyap? Karena dia beranggapan bahwa dengan runtuhnya khilafah utsmaniyyah tauhid hakimiyah telah lenyap di permukaan bumi. Dia berkata: "Sesungguhnya keberadaan agama ini telah lenyap sejak kelompok terakhir kaum muslimin melepaskan pengesaan Allah dalam hakimiyah. Yang demikian adalah ketika mereka meninggalkan untuk berhukum dengan syariat Allah". (al-'Adalah al-Ijtimi'aiyyah, 183-184)
Ucapan Sayyid di atas menunjukkan bahwa dia menganggap dengan hilangnya sistem kekhalifahan berarti hilang pula keislaman. Padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan tolok ukur kekafiran adalah shalat.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim dalam Kitabul Iman)
Demikian pula dengan penguasa yang dhalim atau tidak berhukum dengan hukum Allah pada beberapa perkara, belum tentu kafir. Rasulullah صلى الله عليه وسلم melarang untuk memerangi mereka selama mereka masih shalat.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
2. Dengan pemikiran di atas, Sayyid mengistilahkan bahwa kaum muslimin yang ada saat ini sebagai "orang-orang yang ingin menjadi muslimin".
Dia berkata: "Kami menjelaskan pernyataan terakhir ini, walaupun akan menyebabkan benturan keras dan keputus-asaan dari orang-orang yang masih menginginkan untuk menjadi muslimin". (al-'Adalah al-Ijtimi'aiyyah, 183)
Di tempat lain, Sayyid menyebut kaum muslimin dengan istilah yang sama: "Kita harus mengakui kenyataan pahit ini, dan kita harus menunjukkannya. Janganlah kita khawatir munculnya keputus-asaan dalam hati-hati kebanyakan orang yang masih suka untuk menjadi muslimin. Karena seharusnya mereka mengerti bagaimana mereka dapat menjadi muslimin." (al-'Adalah al-Ijtima'iyyah, 184)
Jelas ini adalah pengkafiran Sayyid Quthb terhadap seluruh kaum muslimin, yang konsekwensinya adalah halalnya darah dan harta mereka.
3. Sayyid menganggap bahwa masyarakat muslim yang ada adalah masyarakat jahiliyyah.
Dia berkata: "Termasuk dalam lingkup masyarakat jahiliyyah adalah masyarakat yang mengaku dirinya muslim". (Ma'alimu fi ath-Thariq; lihat Adlwaul Islamiyyah, hal. 71)
3. Sayyid menganggap orang yang taat kepada manusia dalam kemaksiatan adalah musyrik dan kafir.
Dia berkata: "Di sana ada kesyirikan yang sangat jelas yaitu tunduk kepada selain Allah dalam salah satu urusan kehidupan dan tunduk pada undang-undang yang dibuat oleh manusia sebagai hukum. Hal ini merupakan asas kesyirikan yang tidak bisa dibantah. Demikian pula tunduk kepada adat istiadat dan kebiasaan seperti mengadakan perayaan-perayaan, musim-musim yang diatur oleh manusia, padahal tidak disyariatkan oleh Allah. Tunduk kepada aturan pakaian yang menyelisihi apa yang diperintahkan oleh Allah, atau membuka aurat yang disyariatkan oleh Allah untuk ditutupi. Urusan seperti ini lebih dari sekedar pelanggaran dan dosa menyelisihi syariat… (Fie Dhilalil Qur'an, 4/2023)
Dengan pemikiran Sayyid ini, maka wanita-wanita yang tidak memakai jilbab adalah kafir, demikian pula orang yang tunduk terhadap aturan sekolah-sekolah, kantor-kantor atau organisasi-organisasi yang menyelisihi syariat adalah kafir. Sungguh tidak ada seorang ulama pun yang berpendapat seperti ini. Mereka tetap melihat apa bentuk pelanggaran yang ditaatinya. Kalau pelanggarannya sebatas maksiat, maka dihukumi sebagai orang yang bermaksiat, bukan kafir yang mengeluarkan dari Islam.
5. Sayyid menganggap bahwa umat Islam telah murtad seluruhnya.
Dia berkata dalam kitabnya Fie Dhilalil Qur'an: "Telah bergeser zaman, kembali seperti pada keadaan datangnya agama ini kepada manusia. Telah murtad manusia menuju peribadatan para hamba dan menuju kerusakan agama. Mereka telah berpaling dari kalimat laa ilaaha illallah walaupun sekelompok dari mereka masih mengumandangkannya di menaramenara adzan… " (Fie Dhilalil Qur'an, 2/1057)
Jelas sekali yang dimaksud oleh Sayyid adalah kaum muslimin, karena mereka masih mengumandangkan adzan. Tapi dia dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa mereka telah murtad.
Tidak hanya itu, bahkan Sayyid menganggap dosa mereka paling berat dan paling keras adzabnya. Ia berkata selanjutnya: "…Termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang mengulangulang kalimat tauhid di menara-menara adzan, di timur ataupun di barat ini tanpa maksud dan tanpa kenyataan… Mereka paling berat dosa dan paling keras adzabnya, karena mereka telah murtad menuju peribadatan para hamba setelah jelas baginya petunjuk dan karena mereka sebelumnya berada dalam Agama Allah. (Fie Dhilalil, 2/157)
Sungguh keyakinan seperti inilah yang akan memunculkan kelompok-kelompok ekstrim yang menghalalkan darah kaum muslimin.
6. Masjid-masjid menurut Sayyid adalah tempat peribadatan jahiliyyah.
Kalau Umat Islam yang masih mengumandangkan adzan dianggap telah murtad, maka bagaimana menurut Sayyid dengan keadaan masjid-masjid tersebut dan ibadah-ibadah yang dilaksanakan di dalamnya? Dengarkan sendiri ucapan Sayyid berikut:
"… Di sini Allah mengarahkan kita pada beberapa perkara:
Pertama, memisahkan diri dari masyarakat jahiliyyah dari busuknya, rusaknya, dan jeleknya sebisa mungkin. Selanjutnya mengumpulkan "kelompok mukmin" yang baik dan bersih untuk disucikan, dibersihkan dan dilatih. Kemudian mengorganisir mereka, hingga datang janji Allah untuk mereka.
Kedua, menghindari tempat-tempat peribadatan jahiliyyah dan menjadikan rumah-rumah "kelompok muslim" sebagai masjid. Di sana mereka akan dapat merasakan keterpisahan mereka dari masyarakat jahiliyyah… (Fie Dhilal, 3/1816)
Ucapan Sayyid di atas sangat jelas mengkafirkan kaum muslimin secara keseluruhan, menyebut mereka masyarakat jahiliyyah, murtad, dan masjid-masjidnya adalah tempat peribadatan jahiliyyah. Kemudian mengajak orang-orang yang sepaham dengannya untuk memisahkan diri dari kaum muslimin. Sungguh ini betul-betul inti ajaran khawarij ter dahulu yang telah menumpahkan banyak darah kaum muslimin.
7. Sayyid menganggap bahwa jalan keluar dari keadaan tersebut di atas adalah memisahkan diri dari kaum muslimin yang dianggap telah murtad dan mendirikan "Negara Islam".
Dia berkata: "…kecuali jika mereka mau memisahkan keyakinan dan perasaanya serta prinsip hidup mereka dari masyarakat jahiliyyah, memisahkan diri dari kaumnya hingga Allah mengizinkan bagi mereka untuk mendirikan Negara Islam. Kalau tidak, maka hendaknya mereka merasakan dengan seluruh perasaannya, bahwa mereka sendirilah umat Islam. Adapun orang-orang yang di sekelilingnya yang tidak masuk pada apa yang dia masuki (tidak sepaham) adalah jahiliyyah dan masyarakat jahiliyyah. (Fie Dhilal 2/1125)
Lihatlah jalan keluar menurut Sayyid adalah dengan menjadi khawarij yang memisahkan diri dari kaum muslimin dan mengkafirkan mereka.
8. Sayyid memuji Khawarij yang memberontak kepada Utsman
Sungguh tidak terlalu jauh, kalau kita menyatakan bahwa pemikiran Sayyid adalah pemikiran khawarij. Karena ia sendiri membela dan memuji kaum khawarij yang memberontak kepada Utsman bin Affan. Sayyid berkata: "…akhirnya terjadilah pemberontakan terhadap Utsman. Tercampur padanya kebenaran dan kebatilan, kebaikan dan kejelekan. Tetapi bagi mereka yang memandang dengan kacamata Islam dan merasakan urusan ini dengan ruh Islam, pasti ia akan menetapkan bahwa pemberontakan tersebut secara keumuman lebih dekat pada ruh Islam dan arahnya daripada sikap Utsman, atau lebih tepatnya sikap Marwan dan orang-orang yang di belakangnya dari Bani Umayyah. (al-'Adalah al-Ijtima'iyyah hal. 129, cet. Ke-5; atau hal. 161-162 pada cet ke-12 dengan sedikit perubahan, tapi tetap semakna. Atau pada terjemahannya yang diberi judul "Keadilan Sosial Dalam Islam", penerbit Pustaka (Salman ITB), Bandung, hal. 272)
Lihatlah buku Sayyid ini dicetak berulang-ulang lebih dari 12 kali cetakan dan diterjemahkan ke dalam berbagai macam bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran khawarij dari Sayyid ini sangat laku di pasaran, khususnya para pemuda dan kaum reaksioner. Yang berarti bahayanya sangat besar.
Sumber : Risalah Dakwah Manhaj Salaf, edisi 91 / tahun ke 2, 20 Dzulhijjah 1426 H / 20 Januari 2006 M
Dia berkata: "Kita telah mengetahui bahwa kehidupan Islam seperti ini telah berhenti sejak lama di seluruh permukaan bumi. Dan keberadaan Islam pun telah lenyap". (al-'Adalah al-Ijtimi'aiyyah, 183)
Mengapa sayyid menganggap kaum muslimin telah lenyap? Karena dia beranggapan bahwa dengan runtuhnya khilafah utsmaniyyah tauhid hakimiyah telah lenyap di permukaan bumi. Dia berkata: "Sesungguhnya keberadaan agama ini telah lenyap sejak kelompok terakhir kaum muslimin melepaskan pengesaan Allah dalam hakimiyah. Yang demikian adalah ketika mereka meninggalkan untuk berhukum dengan syariat Allah". (al-'Adalah al-Ijtimi'aiyyah, 183-184)
Ucapan Sayyid di atas menunjukkan bahwa dia menganggap dengan hilangnya sistem kekhalifahan berarti hilang pula keislaman. Padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan tolok ukur kekafiran adalah shalat.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ . (رواه مسلم في كتاب الإيمان)
Sesungguhnya antara seseorang dengankesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim dalam Kitabul Iman)
Demikian pula dengan penguasa yang dhalim atau tidak berhukum dengan hukum Allah pada beberapa perkara, belum tentu kafir. Rasulullah صلى الله عليه وسلم melarang untuk memerangi mereka selama mereka masih shalat.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
...وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمِ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ: لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ. (روام مسلم في كتاب الإمارة)
…dan sejelek-jelek penguasa kalian adalah yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, yang melaknat kalian dan kalian melaknat mereka. Dikatakan: "Wahai Rasulullah, apakah tidak kita perangi mereka dengan pedang?" Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjawab: "Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat!". (HR. Muslim dalam Kitabul Iman).2. Dengan pemikiran di atas, Sayyid mengistilahkan bahwa kaum muslimin yang ada saat ini sebagai "orang-orang yang ingin menjadi muslimin".
Dia berkata: "Kami menjelaskan pernyataan terakhir ini, walaupun akan menyebabkan benturan keras dan keputus-asaan dari orang-orang yang masih menginginkan untuk menjadi muslimin". (al-'Adalah al-Ijtimi'aiyyah, 183)
Di tempat lain, Sayyid menyebut kaum muslimin dengan istilah yang sama: "Kita harus mengakui kenyataan pahit ini, dan kita harus menunjukkannya. Janganlah kita khawatir munculnya keputus-asaan dalam hati-hati kebanyakan orang yang masih suka untuk menjadi muslimin. Karena seharusnya mereka mengerti bagaimana mereka dapat menjadi muslimin." (al-'Adalah al-Ijtima'iyyah, 184)
Jelas ini adalah pengkafiran Sayyid Quthb terhadap seluruh kaum muslimin, yang konsekwensinya adalah halalnya darah dan harta mereka.
3. Sayyid menganggap bahwa masyarakat muslim yang ada adalah masyarakat jahiliyyah.
Dia berkata: "Termasuk dalam lingkup masyarakat jahiliyyah adalah masyarakat yang mengaku dirinya muslim". (Ma'alimu fi ath-Thariq; lihat Adlwaul Islamiyyah, hal. 71)
3. Sayyid menganggap orang yang taat kepada manusia dalam kemaksiatan adalah musyrik dan kafir.
Dia berkata: "Di sana ada kesyirikan yang sangat jelas yaitu tunduk kepada selain Allah dalam salah satu urusan kehidupan dan tunduk pada undang-undang yang dibuat oleh manusia sebagai hukum. Hal ini merupakan asas kesyirikan yang tidak bisa dibantah. Demikian pula tunduk kepada adat istiadat dan kebiasaan seperti mengadakan perayaan-perayaan, musim-musim yang diatur oleh manusia, padahal tidak disyariatkan oleh Allah. Tunduk kepada aturan pakaian yang menyelisihi apa yang diperintahkan oleh Allah, atau membuka aurat yang disyariatkan oleh Allah untuk ditutupi. Urusan seperti ini lebih dari sekedar pelanggaran dan dosa menyelisihi syariat… (Fie Dhilalil Qur'an, 4/2023)
Dengan pemikiran Sayyid ini, maka wanita-wanita yang tidak memakai jilbab adalah kafir, demikian pula orang yang tunduk terhadap aturan sekolah-sekolah, kantor-kantor atau organisasi-organisasi yang menyelisihi syariat adalah kafir. Sungguh tidak ada seorang ulama pun yang berpendapat seperti ini. Mereka tetap melihat apa bentuk pelanggaran yang ditaatinya. Kalau pelanggarannya sebatas maksiat, maka dihukumi sebagai orang yang bermaksiat, bukan kafir yang mengeluarkan dari Islam.
5. Sayyid menganggap bahwa umat Islam telah murtad seluruhnya.
Dia berkata dalam kitabnya Fie Dhilalil Qur'an: "Telah bergeser zaman, kembali seperti pada keadaan datangnya agama ini kepada manusia. Telah murtad manusia menuju peribadatan para hamba dan menuju kerusakan agama. Mereka telah berpaling dari kalimat laa ilaaha illallah walaupun sekelompok dari mereka masih mengumandangkannya di menaramenara adzan… " (Fie Dhilalil Qur'an, 2/1057)
Jelas sekali yang dimaksud oleh Sayyid adalah kaum muslimin, karena mereka masih mengumandangkan adzan. Tapi dia dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa mereka telah murtad.
Tidak hanya itu, bahkan Sayyid menganggap dosa mereka paling berat dan paling keras adzabnya. Ia berkata selanjutnya: "…Termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang mengulangulang kalimat tauhid di menara-menara adzan, di timur ataupun di barat ini tanpa maksud dan tanpa kenyataan… Mereka paling berat dosa dan paling keras adzabnya, karena mereka telah murtad menuju peribadatan para hamba setelah jelas baginya petunjuk dan karena mereka sebelumnya berada dalam Agama Allah. (Fie Dhilalil, 2/157)
Sungguh keyakinan seperti inilah yang akan memunculkan kelompok-kelompok ekstrim yang menghalalkan darah kaum muslimin.
6. Masjid-masjid menurut Sayyid adalah tempat peribadatan jahiliyyah.
Kalau Umat Islam yang masih mengumandangkan adzan dianggap telah murtad, maka bagaimana menurut Sayyid dengan keadaan masjid-masjid tersebut dan ibadah-ibadah yang dilaksanakan di dalamnya? Dengarkan sendiri ucapan Sayyid berikut:
"… Di sini Allah mengarahkan kita pada beberapa perkara:
Pertama, memisahkan diri dari masyarakat jahiliyyah dari busuknya, rusaknya, dan jeleknya sebisa mungkin. Selanjutnya mengumpulkan "kelompok mukmin" yang baik dan bersih untuk disucikan, dibersihkan dan dilatih. Kemudian mengorganisir mereka, hingga datang janji Allah untuk mereka.
Kedua, menghindari tempat-tempat peribadatan jahiliyyah dan menjadikan rumah-rumah "kelompok muslim" sebagai masjid. Di sana mereka akan dapat merasakan keterpisahan mereka dari masyarakat jahiliyyah… (Fie Dhilal, 3/1816)
Ucapan Sayyid di atas sangat jelas mengkafirkan kaum muslimin secara keseluruhan, menyebut mereka masyarakat jahiliyyah, murtad, dan masjid-masjidnya adalah tempat peribadatan jahiliyyah. Kemudian mengajak orang-orang yang sepaham dengannya untuk memisahkan diri dari kaum muslimin. Sungguh ini betul-betul inti ajaran khawarij ter dahulu yang telah menumpahkan banyak darah kaum muslimin.
7. Sayyid menganggap bahwa jalan keluar dari keadaan tersebut di atas adalah memisahkan diri dari kaum muslimin yang dianggap telah murtad dan mendirikan "Negara Islam".
Dia berkata: "…kecuali jika mereka mau memisahkan keyakinan dan perasaanya serta prinsip hidup mereka dari masyarakat jahiliyyah, memisahkan diri dari kaumnya hingga Allah mengizinkan bagi mereka untuk mendirikan Negara Islam. Kalau tidak, maka hendaknya mereka merasakan dengan seluruh perasaannya, bahwa mereka sendirilah umat Islam. Adapun orang-orang yang di sekelilingnya yang tidak masuk pada apa yang dia masuki (tidak sepaham) adalah jahiliyyah dan masyarakat jahiliyyah. (Fie Dhilal 2/1125)
Lihatlah jalan keluar menurut Sayyid adalah dengan menjadi khawarij yang memisahkan diri dari kaum muslimin dan mengkafirkan mereka.
8. Sayyid memuji Khawarij yang memberontak kepada Utsman
Sungguh tidak terlalu jauh, kalau kita menyatakan bahwa pemikiran Sayyid adalah pemikiran khawarij. Karena ia sendiri membela dan memuji kaum khawarij yang memberontak kepada Utsman bin Affan. Sayyid berkata: "…akhirnya terjadilah pemberontakan terhadap Utsman. Tercampur padanya kebenaran dan kebatilan, kebaikan dan kejelekan. Tetapi bagi mereka yang memandang dengan kacamata Islam dan merasakan urusan ini dengan ruh Islam, pasti ia akan menetapkan bahwa pemberontakan tersebut secara keumuman lebih dekat pada ruh Islam dan arahnya daripada sikap Utsman, atau lebih tepatnya sikap Marwan dan orang-orang yang di belakangnya dari Bani Umayyah. (al-'Adalah al-Ijtima'iyyah hal. 129, cet. Ke-5; atau hal. 161-162 pada cet ke-12 dengan sedikit perubahan, tapi tetap semakna. Atau pada terjemahannya yang diberi judul "Keadilan Sosial Dalam Islam", penerbit Pustaka (Salman ITB), Bandung, hal. 272)
Lihatlah buku Sayyid ini dicetak berulang-ulang lebih dari 12 kali cetakan dan diterjemahkan ke dalam berbagai macam bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran khawarij dari Sayyid ini sangat laku di pasaran, khususnya para pemuda dan kaum reaksioner. Yang berarti bahayanya sangat besar.
Kita nasehatkan kepada seluruh kaum muslimin agar berhati-hati dari buku-buku karya Sayyid Quthb. Demikian pula kita peringatkan kepada kelompok-kelompok yang masih membangga-banggakan Sayyid Quthb seperti Ikhwanul Muslimin (IM), Jama'ah Takfir wal Hijrah, Jama'ah Islamiyah (JI) atau kelompok-kelompok pergerakan sejenisnya di Indonesia seperti "Negara Islam Indonesia" (NII) dan sempalan-sempalannya, Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) dan lain-lain dari Quthbiyyin yang selalu memasarkan pemikiran Sayyid Quthb. Atau seperti Adian Husaini, MA yang menyatakan bahwa dengan membaca buku-buku Sayyid Quthb tidak akan menjadi Sarah Azhari atau Dr. Azahari (dalam majalah Hidayatullah, ed. 08/XVIII, Des. 2005, hal. 92)Disarikan dari kitab Adlwau Islamiyyati 'Ala Aqidati Sayyid Quthb wa Fikrihi, bab Sayyid Quthb wa Takfiirul Mujtama'atil Islamiyyah, karya Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali).
Kita peringatkan kepada mereka seluruhnya tentang bahaya yang nyata dari buku-buku Sayyid Quthb dan pemikirannya. Agar jangan sampai lidah-lidah kita ikut mendukung terjadinya kekerasan, terorisme dan pertumpahan darah.
Sumber : Risalah Dakwah Manhaj Salaf, edisi 91 / tahun ke 2, 20 Dzulhijjah 1426 H / 20 Januari 2006 M
0 comments:
Posting Komentar